Rayakan Hari Perempuan Nasional Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Gunakan Penutup Kepala Ciri Indonesia

Rayakan Hari Perempuan Nasional Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Gunakan Penutup Kepala Ciri Indonesia
Setiap tanggal delapan Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional atau International Women Day (IWD). Momen ini didedikasikan secara global untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, dan politik perempuan.
Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah (IKALUIN) Jakarta dan Jaringan Aktivis Perempuan memperingati Hari Perempuan Internasional dengan berkain atau memakai wastra dilengkapi tudung kepala yang berasal dari penjuru nusantara.
Tujuannya adalah para perempuan di belahan dunia ikut melestarikan kain-kain tradisi dibuat oleh tangan-tangan perempuan, yang prosesnya menggunakan bahan-bahan dari alam.
Ada banyak pesan dan simbol yang bisa dipelajari dari setiap lembar kain yang dibuat para leluhur. Bagaimana mereka ingin dunia saling menghormati, saling menjaga dan hidup lestari satu sama lain baik sesama manusia maupun dengan hewan atau tumbuhan.
“Seperti pada motif sarung pahikung dari pulau Sumba NTT, ada motif mamuli yang berbentuk sepertikNelamin perempuan, dimaknai sebagai simbol kesuburan dari kelahiran manusia,” ujar Praktisi Wastra Nusantara, Nury Sybli yang juga penggagas acara “Aktivis Perempuan Berkain”, pada Minggu.
Melalui kegiatan berkain ini, Nury menjelaskan, agar para perempuan lebih mengenali tentang kain-kain tradisi seperti tenun ikat, songket, pahikung, batik, sulam, dan keragaman tutup
kepala atau tudung yang diwariskan leluhur.
“Dari penelusuran saya selama bertahun-tahun ke beberapa Propinsi, hampir semua daerah memiliki model tutup kepala dengan makna dan
filosofi yang indah. Perempuan memakai tudung untuk bekerja kebun, membantu masyarakat, atau pergi ke pernikahan. Jadi tutup kepala sebagai bentuk kesahajaan selain juga kedaulatan, “papar Nury.
“Karena perempuan adalah garda terdepan penjaga tradisi, akar dari peradaban,” imbuh Nury.
Dalam kebudayaan masyarakat Indonesia, penutup kepala memiliki ragam bentuk dan nama serta cara pemakainnya.
Seperti kerudung, kudung, tudung, tengkuluk, kuluk, tingkuluak, saong,
bulang, passapu, tukus, pote, pa’lullung, tatupung dan jong, adalah nama-nama penutup kepala khas Indonesia .
Sejarah mencatat, tengkuluk atau Kuluk di Jambi sudah ada sejak abad
ketujuh atau sejak kerajaan Melayu. Dalam budaya Minangkabau, penutup kepala disebut ‘tikuluak’ atau ‘tingkuluak’ dengan beragam bentuk dan gaya penggunaan sesuai daerahnya.
Bukan hanya sebagai busana, di ranah Minang ada makna kuasa perempuan yang disampaikan secara simbolis dari penutup kepala mereka.
Selain warna-warna yang beragam, pada penutup kepala juga bisa belajar tentang keberlanjutan kehidupan di masa depan, komitmen merawat alam, ketekunan dan keteladanan.
Dari sejarahnya, tenun dibuat dari benang kapas, pewarnaan dari bahan-bahan alam seperti kulit akar mengkudu, serbuk kayu nangka, daun nila, kulit kelapa, daun mangga, kunyit, cabe, dan banyak lagi tanaman yang memberikan warna yang indah pada setiap lembar kain.
Pada perayaan IWD2022 yang diselenggarakan oleh IKALUIN Jakarta ini, para aktivis perempuan menggunakan aneka ragam busana daerah dengan tutup kepala nusantara seperti nama-nama
tersebut diatas, kuluk, saong, dan lain-lain. Sedang kain yang digunakan berasal dari Sumba, Bima, Flores, Maluku, Nias, Karo, Toraja, Jawa, Jambi, Belitung, hingga Papua.
“Kain-kain ini menjadi ruang perjumpaan keragaman. Ini refleksi sesungguhnya Indonesia. Bukan hanya kain yang berwarna, tetapi kami yang hadir pada Hari Perempuan Internasional ini juga ada sahabat-sahabat dari lintas agama, lintas komunitas, lintas profesi. Tampilan kita hari ini adalah bentuk wajah Islam
yang inklusif, yang mampu menghormati keragaman dan kekayaan tradisi,” papar Ketua Komnas Perempuan periode 2010-2014 , Yuniyanti Chuzaifah di kesempatan yang sama.